Rabu, 18 Desember 2013

Tahapan Untuk Menjadi Peneliti


Penjelasan :
1.  Case (Problem), level 1 - pada tahapan ini biasanya kita mendapatkan informasi mengenai masalah yang terjadi, biasanya untuk mendapatkan informasi ini terkadang kita bisa mendapatkan dari internet, koran, telelvisi ataupun radio. Problem ini, tergantung kita, apakah kita tertarik akan permasalahan yang terjadi  ? atau tidak, biasanya kalau kita tertarik dengan permasalahan yang terjadi dan ingin lebih dalam mengetahuinya, berarti kita bisa masuk ke level 2, tetapi jika tidak tertarik biasanya kita berhenti sampai di level 1.   Sebagai gambaran, umumnya orang-orang di level 1 ini belum ada passion untuk menjadi peneliti tersebut.
2.  Focus Research – Level 2, pada tahapan ini biasanya orang akan tertarik terhadap permasalahan yang ada dan ingin banyak mencari tahu kenapa hal ini bisa terjadi (proses penggalian dengan menggunakan konsep 5W + 2 H. Biasanya tahapan ini, seseorang akan  fokus terhadap permasalahan yang ada, tujuannya adalah agar penelitiannya tidak melebar atau menjadi bersifat general, atau kalau boleh saya artikan lebih spesifik, biasanya kaidah fokus yang umum digunakan adalah masalah harus bersifat SMART (Spesifik, Measurable, Attainable, Reasanable, Timeable).
Spesifik            : artinya fokus terhadap permasalahan, jangan terlalu general.
Measurable     : artinya bahwa penelitian yang kita ambil harus terukur , ada data-2
pendukung, khususnya berupa angka-2/ kuantitatif
Attaianable      : artinya menantang bagi peneliti untuk dilakukan penelitian, atau boleh
saya artikan passion
Reasonable      : artinya alasan apa/ atas dasar apa  kita mengambil penelitian ini
Timeable         : artinya penelitian ini harus ada jangka waktunya (sampai dengan selesai)
3. Metodology – Level 3, pada tahapan ini adalah dimana metodology penelitian apa yang akan kita gunakan , bisa observasi, wawancara, study literatur/ pustaka. Ataupun data-data yang dipakai bisa data-data bersifat primer (langsung dari sumbernya) ataupun data-data sekunder (tidak langsung dari sumbernya, contoh : internet, pustaka).
4. Supporting Data – Level 4, pada tahapan ini adalah pengumpulan data-data pendukung ataupun referensi-referensi yang kita gunakan sebagai data-data penelitian. Data-data ini nantinya disajikan dalam penelitian tersebut, tujuannya adalah agar pembaca bisa memahami bahwa permasalahan/ kejadian tersebut secara angka/ kuantitatif terjadi. Contoh : data-data serangan virus yang terjadi selama kurun waktu tahun 2012, data-data ini bisa didapatkan dari organisasi/ perusahaan/ komunitas terkait permasalahan yang ada, misalkan : symantec, microsoft, gartner, dll.
5.  Compiling (Writing) – Level 5, tahapan ini boleh dikatakan tahapan yang cukup susah, karena saya merasakan hal ini :), tahapan ini adalah dimana kita melakukan penulisan/ dokumentasi terhadap peneltian kita. Tujuannya adalah hasil penelitian kita terdokumentasi dengan baik (rapi baik secara tulisan ataupun metodology, data yg disajikan), sehingga para pembaca bisa membacanya dengan mudah dan memahami peneltian kita.
Segitiga Piramida – research merupakan kesimpulan yang saya buat terhadap bagaimana kita ingin menjadi peneliti , mulai dari kita hanya mengetahui informasi sampai dengan tahap dokumentasi , berdasarkan pengalaman saya selama ini.
Semoga bisa bermanfaat…

Pembawa reaksi kimia ke dunia maya raih Nobel



 http://img.antaranews.com/new/2013/10/ori/20131010nobel-kimia.jpg
Dari kiri ke kanan, Arieh Warshel (73), Michael Levitt (66), dan Martin Karplus (83). Mereka memenangkan hadiah Nobel kimia tahun 2013 atas kerja mereka dalam mengembangkan model komputer untuk sistem kimia kompleks. (www.nobelprize.org)

Stockholm (ANTARA News) - Tiga ilmuwan Amerika Serikat memenangkan hadiah Nobel kimia untuk kerja mereka dalam membawa kimia ke dunia maya melalui program komputer yang mensimulasikan proses kimia kompleks.

The Royal Swedish Academy of Sciences memberikan hadiah delapan juta crown Swedia atau sekitar 1,25 juta dolar AS kepada Martin Karplus, Michael Levitt dan Arieh Warshel.

Karplus, warga negara Amerika Serikat dan Austria, melakukan risetnya di the University of Strasbourg dan Harvard University dan Levitt, warga negara Amerika Serikat dan Inggris, melakukannya di Stanford University School of Medicine.

Sementara Warshel, warga negara Amerika Serikat dan Israel, adalah profesor di University of Southern California, Los Angeles.

The Royal Swedish Academy of Sciences menyebut kerja ketiga ilmuwan itu telah secara efektif membawa kimia ke dunia maya.

"Hari ini komputer sama pentingnya dengan satu perangkat tabung reaksi bagi para ahli kimia," demikian pernyataan The Royal Swedish Academy of Sciences seperti dilansir kantor berita Reuters.

"Model komputer yang mencerminkan kejadian nyata telah menjadi sangat penting bagi banyak kemajuan di bidang kimia saat ini."

Reaksi kimia terjadi pada kecepatan cahaya seperti saat elektron meloncat di antara inti atom, membuat secara virtual tidak mungkin bisa memetakan setiap langkah dalam proses kimia yang melibatkan molekul besar seperti protein.

Model komputer kuat yang pertama kali dikembangkan oleh ketiga ilmuwan itu tahun 1970-an itu menawarkan jendela baru ke reaksi semacam itu dan telah menjadi andalan bagi para peneliti di ribuan institusi pendidikan dan industri di seluruh dunia.

Dalam rancangan untuk obat misalnya, para ilmuwan sekarang bisa menggunakan komputer untuk menghitung bagaimana obat percobaan akan bereaksi dengan target protein tertentu dalam tubuh lewat kerja interaksi atom.

"Bidang pemodelan komputer telah merevolusi bagaimana kita merancang obat baru dengan memungkinkan kita secara akurat memperkirakan perilaku protein," kata Dominic Tildesley, presiden terpilih Royal Society of Chemistry di Inggris.

Kemampuan untuk membuat model reaksi kimia juga tumbuh bersama perkembangan teknologi komputer.

"Ini telah merevolusi kimia," kata Kersti Hermansson, profesor kimia organik di Uppsala University tentang pemodelan komputer.

"Ketika Anda menyelesaikan persamaan di komputer, Anda mendapatkan informasi yang sangat detil sehingga hampir tidak mungkin untuk mendapatkannya dengan metode lain," katanya.

Jumat, 13 Desember 2013

Green With Chemistry

Penanaman Pohon oleh Dr. Rahmat Gunawan, M.Si

Penanaman oleh Ketua Himakim, M. Yogi Irawan

Para Mahasiswa baru bersiap-siap menanam pohon

Penanaman pohon oleh perwakilan alumni

Penanaman pohon oleh mahasiswa baru

Jumat, 06 Desember 2013

Syarat Lulus S1, S2, S3, Mahasiswa Harus Publikasi Makalah (Jurnal)


Syarat Lulus S1, S2, S3, Mahasiswa Harus Publikasi Makalah (Jurnal)

Syarat Lulus S1, S2, S3, Mahasiswa Harus Publikasi Makalah (Jurnal)
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran bernomor 152/E/T/2012 terkait publikasi karya ilmiah. Surat tertanggal 27 Januari 2012 ini ditujukan kepada Rektor/Ketua/Direktur PTN dan PTS seluruh Indonesia. Seperti dimuat dalam laman www.dikti.go.id, surat yang ditandatangani Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Djoko Santoso itu memuat tiga poin yang menjadi syarat lulus bagi mahasiswa program S-1, S-2, dan S-3 untuk memublikasikan karya ilmiahnya.

Disebutkan bahwa saat ini jumlah karya ilmiah perguruan tinggi di Indonesia masih sangat rendah. Bahkan, hanya sepertujuh dari jumlah karya ilmiah perguruan tinggi di Malaysia. Oleh karena itu, ketentuan ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah karya ilmiah di Indonesia. Apa saja bunyi ketentuan itu?

 
  1. Untuk lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah.
  2. Untuk lulus program Magister harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional, diutamakan yang terakreditasi Dikti.
  3. Untuk lulus program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional.

Ketentuan ini berlaku mulai kelulusan setelah Agustus 2012. Kompas.com menghubungi Dirjen Dikti Djoko Santoso dan berjanji akan memberikan penjelasan lebih jauh mengenai ketentuan ini pada hari ini, Jumat (3/2/2012).

Beberapa waktu lalu terungkap bahwa jurnal perguruan-perguruan tinggi Indonesia yang terindeks dalam basis data jurnal dan prosiding penelitian internasional, seperti Scopus dan Google Scholar, masih sangat rendah. Tak hanya karya ilmiah para mahasiswa, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran Eky S Soeria Soemantri juga mengakui minimnya hasil penelitian para peneliti Indonesia yang dipublikasikan dalam jurnal penelitian internasional.

"Itu makanya para peneliti harus diberikan pelatihan agar memiliki kemahiran dalam menulis," kata Eky kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
 
 

Alasan Mahasiswa Wajib Publikasi Makalah

 
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikti Kemdikbud), Djoko Santoso menjelaskan mengapa seluruh mahasiswa (S-1, S-2, S-3) diwajibkan membuat dan memublikasikan tulisan karya ilmiahnya sebagai salah satu penentu kelulusan. Seperti diketahui, per 27 Januari 2012, Ditjen Dikti mengeluarkan surat edaran mengenai ketentuan tersebut. 
 
Djoko mengatakan, sebagai ahli, seorang sarjana harus memiliki kemampuan menulis secara ilmiah. Termasuk menguasai tata cara penulisan ilmiah yang baik. Setiap mahasiswa, lanjut Djoko, dapat menulis karya ilmiah baik dari rangkuman tugas, penelitian kecil, mau pun ringkasan dari skripsi yang dibuatnya.

Sarjana harus punya kemampuan menulis secara ilmiah. Apa saja yang ia pelajari selama kuliah, termasuk bisa juga ringkasan skripsi
-- Dirjen Dikti Djoko Santoso


"Sarjana harus punya kemampuan menulis secara ilmiah. Apa saja yang ia pelajari selama kuliah, termasuk bisa juga ringkasan skripsi," kata Djoko, Jumat (3/2/2012), saat ditemui Kompas.com, di Gedung Kemdikbud, Jakarta.

Alasan kedua, terangnya, ketika seorang sarjana telah mahir menulis ilmiah, ke depannya diharapkan tidak akan kesulitan ketika membuat karya ilmiah di jenjang selanjutnya. Djoko berharap, aturan ini dapat menciptakan kuantitas dan kualitas karya ilmiah yang dihasilkan oleh Indonesia.

"Nanti ketika lanjut ke Magister atau Doktor, kualitas tulisan ilmiahnya bisa meningkat, berwawasan global, dan bisa terbit di jurnal-jurnal internasional," ujarnya.

Alasan ketiga, aturan ini sengaja dibuat untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam hal membuat karya ilmiah. Berdasarkan data Kemdikbud, jumlah karya ilmiah yang dihasilkan perguruan tinggi Indonesia saat ini masih rendah, hanya sepertujuh jika dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia.

"Kita tertinggal jauh. Sehingga ini harus dipahami sangat mendesak. Karena jumlah karya ilmiah memiliki korelasi dengan pendapatan per kapita," kata Djoko.

Seperti termuat dalam surat edaran Ditjen Dikti, ketentuan itu berlaku bagi mahasiswa yang akan lulus setelah Agustus 2012. Ketentuan ini dibuat merespons rendahnya karya tulis ilmiah perguruan tinggi di Indonesia, yang hanya sepertujuh dari karya ilmiah perguruan tinggi di Malaysia.

Bagi mahasiswa S-1, untuk lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah. Sementara, mahasiswa S-2 diharuskan menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional, diutamakan yang terakreditasi Dikti. Adapun mahasiswa program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional.

Mengintip Bagaimana Cermin Dua Arah Bekerja


Mengintip Bagaimana Cermin Dua Arah Bekerja

Bagaimana cermin dua arah bekerja?
Bagaimana cermin dua arah bekerja?
SainsMe - Seringkali kita melihat di film-film khusunya pada adegan interogasi ada dua ruangan yang dibatasi oleh sebuah kaca, namun kaca tersebut hanya tembus pandang dari satu sisi saja, sedangkan sisi lainnya hanya melihat layaknya sebuah cermin. Kaca tersebut dinamakan cermin dua arah. Apa rahasianya sehingga satu sisi tembus pandang dan satu sisi memantul?
Rahasianya adalah salah satu sisi kaca ditutupi dengan lapisan reflektif yang sangat tipis, disebut dengan lapisan setengah perak. Lapisan tersebut membuat setengah dari cahaya yang datang ke cermin dua arah terpantul dan hanya meloloskan setengah dari cahaya yang datang sehingga tampak memantul.
Ketika di tempatkan diantara dua ruangan, cermin dua arah hanya dapat digunakan dalam kondisi tertentu, yaitu satu ruangan harus memiliki cahaya yang menyala terang dan ruangan lain harus dalam kondisi gelap. Hal ini dilakukan untuk memberikan tampilan cermin normal pada cermin di ruangan yang terang. Pada ruangan yang gelap akan dapat melihat tembus pandang dan melihat ruang lain secara sempurna karena tetap ada cahaya yang diteruskan oleh lapisan setengah perak dari ruangan yang terang.
Efek cermin dua arah akan hancur apabila kedua ruangan dalam kondisi terang karena permukaan kedua sisi cermin akan meneruskan cahaya, walaupun kecil, ke ruangan lain sehingga dapat terlihat tembus pandang dari kedua sisi.