Sabtu, 30 November 2013

Tahap-tahap Persiapan dan Penyusunan Skripsi


 
         Bagi anda yang sedang menyusun skripsi, hendak menghadapi skripsi atau ingin tahu bagaimana tahan persiapan dan penyusunan skripsi, ada baiknya simak postingan berikut ini. Jom!Kalau Anda beruntung, bisa saja dosen pembimbing sudah memiliki topik dan menawarkan judul skripsi ke Anda. Biasanya, dalam hal ini dosen pembimbing sedang terlibat dalam proyek penelitian dan Anda akan “ditarik” masuk ke dalamnya. Kalau sudah begini, penulisan skripsi jauh lebih mudah dan (dijamin) lancar karena segalanya akan dibantu dan disiapkan oleh dosen pembimbing.
        Sayangnya, kebanyakan mahasiswa tidak memiliki keberuntungan semacam itu. Mayoritas mahasiswa, seperti ditulis sebelumnya, harus bersikap proaktif sedari awal. Jadi, persiapan sedari awal adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Idealnya, skripsi disiapkan satu-dua semester sebelum waktu terjadwal. Satu semester tersebut bisa dilakukan untuk mencari referensi, mengumpulkan bahan, memilih topik dan alternatif topik, hingga menyusun proposal dan melakukan bimbingan informal.
       Dalam mencari referensi/bahan acuan, pilih jurnal/paper yang mengandung unsur kekinian dan diterbitkan oleh jurnal yang terakreditasi. Jurnal-jurnal top berbahasa asing juga bisa menjadi pilihan. Kalau Anda mereplikasi jurnal/paper yang berkelas, maka bisa dipastikan skripsi Anda pun akan cukup berkualitas. Unsur kekinian juga perlu diperhatikan. Pertama, topik-topik baru lebih disukai dan lebih menarik, bahkan bagi dosen pembimbing/penguji. Kalau Anda mereplikasi topik-topik lawas, penguji biasanya sudah “hafal di luar kepala” sehingga akan sangat mudah untuk menjatuhkan Anda pada ujian skripsi nantinya.
            Kedua, jurnal/paper yang terbit dalam waktu 10 tahun terakhir, biasanya mengacu pada referensi yang terbit 5-10 tahun sebelumnya. Percayalah bahwa mencari dan menelusur referensi yang terbit tahun sepuluh-dua puluh tahun terakhir jauh lebih mudah daripada melacak referensi yang bertahun 1970-1980.
Salah satu tahap persiapan yang penting adalah penulisan proposal. Tentu saja proposal tidak selalu harus ditulis secara “baku”. Bisa saja ditulis secara garis besar (pointer) saja untuk direvisi kemudian. Proposal ini akan menjadi guidance Anda selama penulisan skripsi agar tidak terlalu keluar jalur nantinya. Proposal juga bisa menjadi alat bantu yang akan digunakan ketika Anda mengajukan topik/judul kepada dosen pembimbing Anda. Proposal yang bagus bisa menjadi indikator yang baik bahwa Anda adalah mahasiswa yang serius dan benar-benar berkomitmen untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.
Hal-hal yang Perlu Dilakukan dalam menyusun skripsi :
Siapkan Diri.
Hal pertama yang wajib dilakukan adalah persiapan dari diri Anda sendiri. Niatkan kepada Tuhan bahwa Anda ingin 
menulis skripsi. Persiapkan segalanya dengan baik. Lakukan dengan penuh kesungguhan dan harus ada kesediaan untuk menghadapi tantangan/hambatan seberat apapun.
Minta Doa Restu.
Saya percaya bahwa doa restu orang tua adalah tiada duanya. Kalau Anda tinggal bersama orang tua, mintalah pengertian kepada mereka dan anggota keluarga lainnya bahwa selama beberapa waktu ke depan Anda akan konsentrasi untuk menulis skripsi. Kalau Anda tinggal di kos, minta pengertian dengan teman-teman lain. Jangan lupa juga untuk membuat komitmen dengan pacar. Berantem dengan pacar (walau sepele) bisa menjatuhkan semangat untuk menyelesaikan skripsi.
Buat Time Table.
Ini penting agar penulisan skripsi tidak telalu time-consuming. Buat planning yang jelas mengenai kapan Anda mencari referensi, kapan Anda harus mendapatkan judul, kapan Anda melakukan bimbingan/konsultasi, juga target waktu kapan skripsi harus sudah benar-benar selesai.
Berdayakan Internet.
Internet memang membuat kita lebih produktif. Manfaatkan untuk mencari referensi secara cepat dan tepat untuk mendukung skripsi Anda. Bahan-bahan aktual bisa ditemukan lewat Google Scholar atau melalui provider-provider komersial seperti EBSCO atau ProQuest.
Jadilah Proaktif.
Dosen pembimbing memang “bertugas” membimbing Anda. Akan tetapi, Anda tidak selalu bisa menggantungkan segalanya pada dosen pembimbing. Selalu bersikaplah proaktif. Mulai dari mencari topik, mengumpulkan bahan, “mengejar” untuk bimbingan, dan seterusnya.
Be Flexible.
Skripsi mempunyai tingkat “ketidakpastian” tinggi. Bisa saja skripsi anda sudah setengah jalan tetapi dosen pembimbing meminta Anda untuk mengganti topik. Tidak jarang dosen Anda tiba-tiba membatalkan janji untuk bimbingan pada waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Terkadang Anda merasa bahwa kesimpulan/penelitian Anda sudah benar, tetapi dosen Anda merasa sebaliknya. Jadi, tetaplah fleksibel dan tidak usah merasa sakit hati dengan hal-hal yang demikian itu.
Jujur.
Sebaiknya jangan menggunakan jasa “pihak ketiga” yang akan membantu membuatkan skripsi untuk Anda atau menolong dalam mengolah data. Skripsi adalah buah tangan Anda sendiri. Kalau dalam perjalanannya Anda benar-benar tidak tahu atau menghadapi kesulitan besar, sampaikan saja kepada dosen pembimbing Anda. Kalau disampaikan dengan tulus, pastilah dengan senang hati ia akan membantu Anda.
Siapkan Duit.
Skripsi jelas menghabiskan dana yang cukup lumayan (dengan asumsi tidak ada sponsorships). Mulai dari akses internet, biaya cetak mencetak, ongkos kirim kuesioner, ongkos untuk membeli suvenir bagi responden penelitian, biaya transportasi menuju tempat responden, dan sebagainya. Jangan sampai penulisan skripsi macet hanya karena kehabisan dana. Ironis kan?

Inilah Nasib Ilmuwan dan Peneliti di Indonesia


           ketidakpedulian pemerintah terhadap kegiatan riset antara lain dibuktikan dengan rendahnya gaji profesor riset. Bahkan, gaji berikut tunjangan seorang profesor riset yang berada dalam pangkat tertinggi golongan IV/E masih lebih rendah daripada gaji guru sekolah dasar di Jakarta dan sekitarnya.
           Gaji pokok seorang profesor riset golongan IV/E di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), misalnya, saat ini Rp 3,6 juta per bulan. Gaji ini ditambah tunjangan peneliti Rp 1,6 juta per bulan. ”Jadi, total gaji yang saya terima Rp 5,2 juta per bulan,” kata Prof Dr Ir Jan Sopaheluwakan, MSc, pakar ilmu kebumian yang sudah bekerja sekitar 30 tahun di LIPI.
Pendapatan seorang profesor riset yang menduduki jabatan struktural sedikit lebih tinggi karena mendapatkan tunjangan jabatan Rp 3,2 juta per bulan.
”Gaji pokoknya sama, Rp 3,6 juta per bulan, dan tidak bisa naik lagi karena sudah berada dalam golongan pangkat tertinggi IV/E,” kata Prof Dr Ir Bambang Subiyanto, MAgr, pakar biomateria yang juga Kepala Pusat Inovasi LIPI, di Jakarta, Senin (24/10/2011).
Menurut peraih gelar PhD di Universitas Vrije Amsterdam Belanda ini, gaji profesor riset di LIPI sangat jomplang jika dibanding dengan profesor di perguruan tinggi negeri. Sebab, gaji profesor di PTN bisa mencapai Rp 14 juta.
“Sepertinya sistemnya itu sengaja gaji dibuat kecil, supanya sisanya cari sendiri,” keluh Jan.
Dia menambahkan, di Belanda, seorang profesor riset bisa digaji 8.000-9.00 Euro . Sedangkan di Jepang 60.000 hingga 70.000 Yen. Di Australia dalam setahun bisa mendapat 130.000-140.000 dollar Australia.
“Di Pakistan, gaji penelitinya malah 3 kali gaji menteri. Kalau di Korea, peneliti itu dianggap pahlawan. Para peneliti tidak mengikuti wajib militer. Kegiatan militer dianggap sebagai kegiatan bela negara, dan peneliti dianggap sama dengan pembela negara,” papar Jan.
Menristek Bilang “Terima Sajalah”

           Menteri Riset dan Teknologi meminta gaji peneliti yang dikabarkan lebih rendah dari gaji guru sekolah dasar tidak terlalu dipermasalahkan. Dia mengharapkan kesejahteraan peneliti akan meningkat seperti guru yang juga meningkat seiring waktu.
“Terima sajalah,” kata Menristek Gusti Muhammad Hatta seusai membuka International Seminar on Current Research Progress in Science and Technology di Hotel Novotel, Selasa (25/10/2011).
             Sambil berseloroh, Hatta malah berkata bahwa gaji menteri lebih rendah dibandingkan peneliti sambil menambahkan dia pernah menerima gaji Rp 12.000 pada tahun 1980-an. Namun, dia segera menjelaskan secara serius bahwa kesejahteraan peneliti akan diupayakan pemerintah meski bakal secara perlahan.
Pihaknya mengusulkan alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan peneliti dengan kerja sama penelitian yang nilainya besar sehingga kesejahteraan ikut terdongkrak. Dia pun mencontohkan guru yang semula tingkat kesejahteraannya miris kemudian membaik seiring waktu.
Ilmuwan Indonesia Diincar
            Perburuan terhadap ilmuwan-ilmuwan muda tersebut sangat agresif. Selain datang ke kampus-kampus di luar negeri dan berburu mahasiswa Indonesia yang sedang mengambil program doktoral, mereka juga datang ke sejumlah lembaga riset di Tanah Air. Mereka mengetahui, perhatian Pemerintah Indonesia terhadap ilmuwan dan peneliti sangat minim. Selain gaji kecil dan fasilitas penelitian sangat terbatas, peneliti juga sangat sulit mendapatkan hak paten atas penemuan yang sudah dilakukan. Mengetahui kelemahan ini, negara lain menawarkan fasilitas yang tidak diberikan oleh Pemerintah Indonesia. ”Perguruan tinggi di Malaysia sempat menawarkan gaji total (take home pay) 5.000 dollar AS (sekitar Rp 45 juta) per bulan,” kata Lukijanto, peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, di Jakarta, Sabtu (22/10). Tawaran itu disampaikan saat Lukijanto akan ujian akhir doktoral di bidang pesisir dan kelautan di Kyushu University, Jepang, tahun 2009. Sejumlah mahasiswa doktoral lainnya mengungkapkan hal yang sama, ditawari menjadi dosen atau peneliti di negara lain dengan fasilitas sangat memadai.
         Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Endang Sukara mengatakan, gaji berikut tunjangan seorang profesor riset LIPI saat ini sekitar Rp 5 juta per bulan. Jumlah ini jauh dibandingkan dengan profesi yang sama di Amerika Serikat yang diberikan gaji sekitar Rp 90 juta per bulan atau di Jepang sekitar Rp 600 juta. Adapun di Pakistan, gaji ilmuwan terkemuka bisa tiga kali dari gaji seorang menteri.
Namun, selain gaji, yang sangat didambakan seorang peneliti adalah fasilitas riset yang memadai. ”Fasilitas ini yang sangat kurang di Indonesia,” kata Endang Sukara. Tak heran jika kemudian, pada tahun 1990-1992, ada 177 peneliti LIPI yang pindah ke swasta, instansi lain, dan keluar negeri.
Selain fasilitas penelitian yang kurang, untuk mendapatkan hak paten di Indonesia juga sangat sulit, berbelit-belit, dan lama, bisa sampai sembilan tahun. Padahal, paten adalah kebanggaan dan pengakuan terhadap peneliti sekaligus tambahan keuangan dari royalti yang dia dapatkan. ”Selama 2001-2010, paten milik 237 juta penduduk Indonesia hanya 115,” kata Nani Grace Berliana dari Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi LIPI.
                Perhatian pemerintah terhadap orang-orang cerdas dan berprestasi, termasuk ilmuwan dan peneliti, hingga saat ini masih minim. Sejumlah lomba penelitian digelar, tetapi tak jelas kelanjutannya. Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) yang diselenggarakan sejak 1969, atau 42 tahun lalu, misalnya, hingga saat ini para juaranya tak terlacak keberadaannya. Begitu pula para juara Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia (PPRI) yang memasuki tahun ke-10 dan Pemilihan Peneliti Muda Indonesia (PPMI), yang terakhir dilaksanakan 2009, tidak dipantau perkembangan prestasi para penelitinya. Belum lagi para juara olimpiade internasional. Memang sejak tahun 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan agar para juara olimpiade internasional difasilitasi untuk dapat kuliah hingga jenjang doktor. ”Kenyataannya, untuk mendapat beasiswa itu butuh waktu lama dan berbelit-belit sehingga banyak yang mencari beasiswa dari luar negeri,” kata Penasihat Tim Olimpiade Fisika Indonesia Yohanes Surya.
                 Bukan cuma perhatian yang kurang. Anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk kegiatan penelitian juga sangat kecil. Selama 1999-2007, anggaran penelitian hanya sekitar 0,3 persen dari APBN. Kecilnya anggaran ini menyebabkan dana penelitian harus dibagi-bagi untuk 62.995 orang yang bergerak di bidang penelitian, yakni peneliti, teknisi, dan staf pendukung. Anggaran yang tidak sebanding menyebabkan penelitian tidak bisa berlanjut. Penelitian harus ditunda beberapa tahun menunggu kucuran dana selanjutnya.
”Berbagai kendala ini, ditambah suasana lembaga penelitian yang tidak kondusif, menyebabkan peneliti-peneliti menerima tawaran dari luar negeri,” kata Fahmi Amhar, profesor Riset Geomatika di Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional.
            Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Marzan Aziz Iskandar mengatakan, negara sebenarnya bisa memanfaatkan orang-orang berprestasi tersebut asalkan diberikan kesempatan. Namun, sayangnya, kesempatan itu sangat kecil sehingga mereka memilih mengembangkan kemampuan di luar negeri.
Meski demikian, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, pemerintah tidak bisa memaksa orang-orang berprestasi tersebut kembali ke Indonesia.
                  Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Djoko Santoso juga tidak keberatan jika siswa-siswa berprestasi di Indonesia memilih bekerja di luar negeri. ”Namun, penerima beasiswa memang seharusnya pulang karena pendidikannya sudah dibiayai oleh pemerintah,” kata Djoko.
Namun, Djoko tidak sependapat jika keterbatasan sarana menjadi alasan kepindahan ke luar negeri. ”Keterbatasan sarana mestinya menjadi tantangan untuk tetap bekerja,” ujarnya.
Menurut data Kementerian Riset dan Teknologi, terdapat 20.000 peneliti yang ada di bawah kementerian dan 60.000 peneliti di bawah perguruan tinggi. (kompas/detik/mugiwara no nakama)
- See more at: http://lppm.narotama.ac.id/2013/05/14/inilah-nasib-ilmuwan-dan-peneliti-di-indonesia/#sthash.kNM8SXTx.dpuf

Optimasi Nanopartikel untuk Aplikasi Komersial


Nanopartikel saat ini banyak digunakan pada beragam produk komersial mulai dari katalis, media cat dan cairan magnetik, hingga kosmetik dan tabir surya. Suatu reviewterbaru dari peneliti di Swedia dan Spanyol mendeskripsikan hasil kerja terkini untuk optimasi sintesis, dispersi, dan fungsionalisasi permukaan titania (titanium dioksida), seng oksida, dan seria (serium oksida) — tiga nanopartikel utama yang digunakan pada fotokatalis, penghalau sinar UV (ultraviolet), dan tabir surya.Review mereka dipublikasikan pada 26 April 2013 di jurnal Science and Technology of Advanced Materials.
Dengan keberhasilan aplikasi komersial nanopartikel titania untuk kaca swabersih pada jendela di gedung-gedung bertingkat tinggi, kini ketertarikan untuk mengaplikasikan sistem fotokatalisis dan pelapis titania swabersih pada beragam material konstruksi semakin meningkat. Pelapisan ini tidak hanya melindungi permukaan gedung untuk tetap bersih tetapi juga dapat mengurangi konsentrasi polutan berbahaya di udara. Sifat anti-bakteri dari pelapis fotokatalis juga menjadi solusi untuk mengendalikan bakteria berbahaya yang persisten, yang merupakan karakter yang sangat berguna terutama bila digunakan di rumah sakit.
Sementara itu, pelapis yang memiliki karakter menyerap atau menangkal sinar UV saat ini memiliki dua pemanfaatan utama: sebagai pernis pelindung pada permukaan kayu, dan sebagai pelapis penghalang sinar UV pada permukaan produk maupun peralatan berbasis polimer untuk mencegah pelapukan.
Studi review tersebut menjelaskan secara struktural dan kimiawi apa saja yang diperlukan dan beragam rute yang dapat digunakan untuk memproduksi fotokatalis transparan serta pelapis dan tabir surya penghalau sinar UV berbasis nanopartikel. Penulis artikel tersebut mengulas metode utama untuk sintesis nanopartikel titania, seng oksida, dan seria, dengan berfokus pada riset terkini mengenai pembuatan serbuk nanopartikel yang tidak teraglomerasi (tidak menggumpal). Penulis juga mengidentifikasi senyawa aditif organik yang merupakan dispersan yang efektif dan mampu meningkatkan kecocokan antara nanopartikel anorganik dengan matriks organik.
Selanjutnya artikel ini mendiskusikan lebih jauh mengenai performa teknis dari nanopartikel, terutama kaitannya dengan keberadaannya di lingkungan. Mereka menyimpulkannya dengan menjelaskan prospek masa depan dari nanopartikel dan mengidentifikasi material terbaru yang menjanjikan, seperti pelapis yang multifungsi dan lembaran film hibrid.

Kamis, 14 November 2013

Kuliah Umum By Dr. Rudi Kartika, M.Si

Dr. Rudi Kartika menjelaskan tentang hasil penelitian S 3 nya tentang pemanfaatan bawang hutan sebagai anti kanker

Para peserta yang hadir meliputi mahasiwa kimia angkatan 2009,2010,2011,2012,dan 2013

Dr. Aman Sentosa Panggabean sebagai moderator pada acara kuliah umum tersebut

Dosen-dosen yang menghadiri kuliah umum Dr. Rudi Kartika, M.Si


Senin, 04 November 2013

Virus Flu Burung terbaru H7N9


Ditemukan Virus H7N9 yang Kebal Tamiflu



Kompas.com - Para ilmuwan di Cina mengidentifikasi kasus pertama penyakit flu burung H7N9 yang kebal obat Tamiflu, yang merupakan obat standar saat terjadinya wabah flu. 

Menurut BBC, sejauh ini terdapat 131 kasus flu "burung" baru pada manusia, dengan korban meninggal mencapai 36 orang. Dalam dua minggu terakhir tidak ditemukan adanya kasus baru.

Dalam laporan terbaru yang dimuat dalam edisi online The Lancet, 3 contoh virus yang diambil dari 14 pasien terinfeksi H7N9 yang dirawat di rumah sakit Shanghai, Cina, positif resisten pada obat Tamiflu. Ketiga pasien ini juga menderita penyakit yang parah, dua diantaranya emnigngal, dan yang ketiga masih menggunakan mesin ventilator.

"Kondisi ini harus dimonitor dengan hati-hati karena dikhawatirkan akan terjadi pandemi. Para petugas kesehatan harus menyiapkan rencana jika terjadi pandemi," kata ketua peneliti Dr.Zhenghong Yuan dari Shanghai Medical College of Fudan University, Cina, dan Dr.Malik Peiris dari Universitas Hong Kong.

Dari 14 pasien yang diteliti, para dokter terus memonitor perkembangan virus melalui contoh darah, feses, urin, dan lendir tenggorokan. Seluruh pasien mengalami komplikasi radang paru, dan 7 diantaranya harus menggunakan mesin ventilator agar cukup mendapat oksigen. 

Analisa virus menunjukkan tiga dari kasus terparah kebal terhadap obat-obatan flu, termasuk Tamiflu. Pasien yang responsif pada obat flu mengalami pemulihan lebih cepat. 

Pasien yang kebal pada Tamiflu tersebut diduga terinfeksi virus yang bermutasi. Satu orang pasien mengalami mutasi virus setelah diobati Tamiflu, sehingga H7N9 mungkin bermutasi karena pengaruh obat
.

Kimia Mencari Bakat On The Spot


Inilah beberapa foto dari kegiatan KIMIA MENCARI BAKAT

yang diselenggarakan oleh Dep. Minat dan Bakat

HIMAKIM 2013

Salah satu peserta, Monica dan Aden dari kimia 2010
Para Penonton acara KMB

Para Panitia ikutan nampil ni,,,,

Penampilan dance dari kimia 2012
Penampilan akustik dari kimia konsentrasi 2011

Penampilan akustik dari kimia 2011
The winner of KMB, 3 soloist dari kimia 2010
Penampilan dari Eunike Lois dan Arif budi dari kimia 010 dan 011